Seminar Rabuan “One Health: Mengeksplorasi Keterkaitan Perdagangan Satwa Liar. Resistensi Antimikroba dan Kesehatan Manusia”

Dalam kehidupan manusia, interaksi antara manusia dan hewan adalah hal yang tidak dapat dihindari. Namun demikian, perlu diperhatikan adanya potensi bahaya akibat adanya interaksi ini, salah satunya adalah gangguan kesehatan pada manusia. Kesehatan manusia, hewan dan satwa liar serta lingkungan terkait erat dan saling mempengaruhi. One Health hadir sebagai suatu langkah pendekatan kolaboratif secara terpadu dengan memobilisasi sektor, disiplin ilmu dan komunitas terkait di berbagai tingkatan masyarakat melalui komunikasi, koordinasi, kolaborasi dan peningkatan kapasitas untuk mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, satwa liar dan ekosistem secara berkelanjutan.. Pemahaman tentang konsep ini diperlukan demi menjaga kesehatan dalam makna yang luas.

Untuk lebih memperkenalkan dan membahas konsep One Health ini, Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial telah menghadirkan Seminar Rabuan dengan tema “One Health: Mengeksplorasi Keterkaitan Perdagangan Satwa Liar. Resistensi Antimikroba dan Kesehatan Manusia” pada hari Rabu, 8 Maret 2023 lalu pukul 10:00 – 12:00 WIB via Zoom Meeting dan live streaming YouTube. Tiga narasumber telah diundang untuk mendiskusikan lebih jauh tentang konsep One Health.

Materi pertama diberikan oleh Dr. drh. Hery Wijayanto, M.P, Dosen Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Beliau menyoroti potensi bahaya interaksi manusia dan satwa liar, mengingat lebih dari 75% penyakit zoonosis berasal dari hewan. Dr. Hery menekankan pada beberapa hewan yang sering bersinggungan dengan manusia yaitu tikus, kelelawar dan non-human primate (NHP). Tikus merupakan hewan yang mudah dijumpai di pemukiman manusia dan terdapat 179 virus pada tikus, yang 68 diantaranya adalah zoonosis. Sementara itu, jumlah virus yang terdeteksi di kelelawar mencapai 137, dan hampir setengah dari jumlah tersebut berpotensi menimbulkan penyakit bagi manusia. Non-human primate (NHP) adalah hewan yang memiliki kemiripan dengan manusia, baik dari sisi biologi, fisiologi maupun DNA. Oleh karena itu, potensi penyebaran penyakit dari NHP ke manusia juga sangat besar, bahkan mencapai 90% dari penyakit yang ada pada NHP. Dalam sesi ini, Dr. Hery juga memaparkan berbagai penyakit yang mungkin dapat ditransmisikan hewan ke manusia, seperti Herpes Simplex Virus, monkeypox, Hepatitis B, Tubercolosis dan juga ebola yang sempat mewabah di benua Afrika. Saran yang diberikan Dr. Hery untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang berasal dari hewan, diantaranya adalah disiplin menggunakan alat pelindung diri seperti masker, gloves dan googles ketika berinteraksi dengan hewan. Selain itu, cuci tangan juga harus selalu dilakukan untuk mencegah transmisi penyakit dari hewan ke manusia.

Pemaparan materi dilanjutkan oleh dr. R. Ludhang Pradipta Rizky, M.Biotech., Sp. MK. Beliau adalah dosen di Departemen Mikrobiologi, FK-KMK UGM.  Materi kali ini menyandang tema Resistensi Antimikroba di Lingkungan dan Ancaman Superbug. Dr. Ludhang menyampaikan bahwa data memperlihatkan bahwa tingkat resistensi antibiotik mulai meningkat di masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan sebuah kondisi dimana jumlah antibiotik baru yang ditemukan tidak sejalan dengan tingkat resistensi terhadap antibiotik yang berlangsung. Dampak langsung dari resistensi antibiotik yang terjadi adalah semakin banyak penyakit akibat bakteri yang tidak bisa tertangani secara baik. Resistensi antibiotik terjadi akibat 3 hal, yaitu under-diagnosed, misdiagnostik, serta over-diagnosed oleh tenaga kesehatan. Ketika, misalnya, penyakit akibat virus/jamur diobati menggunakan antibiotik yang berfungsi untuk membunuh bakteri. Selain itu, penggunaan antibiotik sebagai growth hormone pada hewan ternak juga berkontribusi terhadap resistensi antimikroba. Paparan dalam jumlah besar senyawa antimikroba pada hewan ternak telah membuat produk ternak menjadi reservoir potensial gen resistensi antimikroba (ARGs), meningkatkan kemungkinan penularan ke manusia melalui rantai pangan, kontak langsung dengan hewan, dan melalui lingkungan (misalnya, air limbah), yang berkontribusi pada penyebaran resistensi antibiotik. Langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik ini antara lain dengan menggunakan antibiotik sesuai dengan peruntukannya dan monitoring limbah buangan rumah sakit, rumah tangga dan ternak sebagai media pelepasan mikroba ke lingkungan. Selain itu, penanganan secara menyeluruh juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik. Kolaborasi, koordinasi dan komunikasi dari berbagai sektor harus dilakukan agar kondisi resistensi antibiotik dapat dikendalikan.

Materi terakhir disampaikan oleh Ketua Tim Kerja Zoonosis, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, drh. Sitti Ganeva Pakki, M.Epid. Beliau memberikan materi dengan judul Implementasi One Health: Bagaimana Peran Ahli Kesehatan Masyarakat dalam Mencegah Terjadinya Outbreak di Masa Mendatang. Beliau menyampaikan beberapa pandemi yang terjadi juga merupakan penyakit zoonosis, diantaranya berupa Spanish Flu (1918), Asian Flu (1957), Hong Kong Flu (1968), Avian Influenza (2009) dan Covid-19 (2020). Oleh karena itu, penyakit zoonosis ini penting untuk dikendalikan agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di masa mendatang. Penanganan penyakit zoonosis di Indonesia harus dilakukan dengan pendekatan One Health. Ahli kesehatan masyarakat dapat berperan dalam implementasi One Health, yaitu dalam hal peningkatan kualitas SDM secara terpadu, pelaksanaan surveilans terintegrasi, analisis risiko berdasarkan fakta, penguatan epidemiologi dan laboratorium, dan penetapan prioritas penyakit. Selain itu, pembuatan rencana aksi, advokasi/sosialisasi ke masyarakat, pengembangan penelitian, serta kerja sama lintas sektor juga merupakan peran yang dapat diambil oleh ahli kesehatan masyarakat dalam implementasi One Health. Edukasi kepada masyarakat khususnya di daerah pedesaan yang memiliki ternak dan hidup berdampingan dengan hewan peliharaan menjadi langkah yang relevan dan perlu rutin untuk dilakukan. Dengan adanya pemahaman mengenai konsep dan implementasi One Health, diharapkan permasalahan kesehatan di masa mendatang akibat hewan dan lingkungan sekitar dapat dikendalikan.

Simak seminar selengkapnya: